Home > Regional

Sebanyak 27 Daerah di Jatim Alami Kekeringan, Empat Berstatus Tanggap Darurat

Salah satu upaya yang dilakukan adalah melakukan dropping air bersih
Kalaksa BPBD Jatim, Gatot Soebroto (kanan) saat meninjau lokasi banjir (ilustrasi).
Kalaksa BPBD Jatim, Gatot Soebroto (kanan) saat meninjau lokasi banjir (ilustrasi).

SEKITARSURABAYA.COM, SURABAYA -- Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Timur mencatat, sepanjang 2024 terdapat 27 kabupaten/ kota di wilayah setempat yang mengalami kekeringan. Hal itu ditandai dengan penetapan status darurat kekeringan.

Kalaksa BPBD Jatim, Gatot Soebroto mengungkapkan, daerah-daerah yang telah menetapkan status darurat kekeringan yakni Kabupaten Lamongan, Bangkalan, Bondowoso, Gresik, Lumajang, Situbondo, Sampang, Pamekasan, Banyuwangi, Bojonegoro, Blitar, Ponorogo, Jombang, Tulungagung, Pacitan, Malang, Mojokerto, Probolinggo, Ngawi, Tuban, Trenggalek, Jember, Pasuruan, Sumenep, Magetan, Kediri, dan Kota Batu.

Dari jumlah tersebut, mayoritas menetapkan daerahnya dalam status siaga darurat kekeringan. Namun, ada empat daerah yang menetapkan status tanggap darurat kekeringan.

"Yakni Kabupaten Jombang, Kabupaten Blitar, Lumajang, dan Pacitan," ujarnya, Rabu (7/8/2024).

Gatot mengungkapkan, salah satu upaya yang dilakukan dalam upaya menanggulangi kekeringan tersebut adalah melakukan dropping air bersih. Terbaru, dropping air bersih dilaksanakan di Desa Kunjorowesi, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Mojokerto.

Ada 4.937 jiwa atau sekitar 1.556 KK warga Desa Kunjorowesi yang menerima bantuan dropping air bersih. Selain bantuan air bersih, BPBD Jatim juga menyerahkan bantuan logistik penanganan kekeringan.

Yakni berupa tandon berkapasitas 1.200 liter sebanyak 20 unit, tandon lipat 10 unit, terpal 100 lembar, dan jirigen sebanyak 200 unit. Bantuan didistribusikan tidak hanya untuk masyarakat Kunjorowesi. Namun juga diberikan kepada warga Desa Manduro Mangung Gajah, Kecamatan Ngoro dan Desa Duyung, Kecamatan Trawas, yang keduanya juga mengalami kekeringan.

Gatot mengakui, kekeringan di Desa Kunjorowesi terjadi setiap tahun. Selama ini, BPBD Kabupaten Mojokerto juga telah melakukan dropping air bersih dengan anggaran yang dimiliki.

"Saat ini kami mensupport dari anggaran yang ada di provinsi. Alhamdulillah, kami juga memberikan bantuan tandon, tandon lipat, terpal, dan jirigen," ujarnya.

Selain dropping air bersih, BPBD Jatim bersama BPBD Kabupaten Mojokerto juga terus berupaya mencari solusi penanganan kekeringan di Desa Kunjorowesi secara permanen. Upaya mencari solusi tersebut dilakukan dengan melibatkan kalangan perguruan tinggi.

"Beberapa upaya sebetulnya sudah pernah dilakukan, namun belum berhasil. Rencananya, kita akan terus berikhtiar mencari solusi lainnya," ucapnya.

Kades Kunjorowesi Susi Sudarsono menyampaikan terimakasih atas bantuan yang diterima. Ia pun berharap, adanya solusi permanen yang bisa dihadirkan pemerintah dalam menangani kekeringan di desanya.

Robiatul Adawiyah (27), warga RT 12,RW 2, Dusun Kandangan, Desa Kunjorowesi mengatakan, ketika tidak ada dropping air bersih warga harus mengambil air di sumber air yang jaraknya sekitar 2 kilometer. Bisa juga mengambil di Sumber Tetek yang jaraknya lebih jauh lagi, yakni sekitar 5 kilometer.

"Kalau nggak ada, kita tidak bisa mandi dan memasak. Akhirnya, kita harus beli yang harganya antara sepuluh sampai 30 ribu," kata dia.

× Image