Pakar Sebut Penurunan Partisipasi Pemilih Pilkada Serentak 2024 Ancam Kualitas Demokrasi
SEKITARSURABAYA.COM, SURABAYA -- Pakar politik Universitas Airlangga (Unair) Irfa'i Afham menyoroti partisipasi pemilih pada Pilkada serentak 2024 yang mengalami tren penurunan signifikan.
Berdasarkan data KPU, tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada serentak 2024 berada di bawah 70 persen. Mengalami penurunan cukup drastis dibandingkan Pilkada 2020 yang mencapai 76,09 persen.
Irfa'i menyebut, fenomena ini mencerminkan skeptisisme masyarakat terhadap proses politik. Ia menambahkan, situasi ini juga menandakan banyak masyarakat menilai bahwa politik tidak berdampak pada kehidupan mereka sehari-hari.
"Voting tidak dianggap prioritas, bahkan ketika pemerintah menetapkan hari libur nasional Pilkada," kata Irfa'i, Sabtu (7/12/2024).
Irfa'i menjelaskan, sejumlah masalah daerah yang tidak kunjung selesai seperti kemiskinan, ketimpangan pembangunan, hingga maraknya kejahatan sosial, turut menyumbang rasa frustrasi publik. Praktik politik transaksional dan ketidaknetralan aparat juga semakin memperburuk kepercayaan publik.
"Publik semakin rasional, tapi kurangnya pendidikan politik mengarah pada rendahnya partisipasi pemilih," ujarnya.
Irfa'i melanjutkan, penurunan partisipasi ini tidak hanya berdampak pada legitimasi pemimpin terpilih, tetapi juga pada kualitas demokrasi secara keseluruhan. Irfa’i menegaskan, jika masalah ini tidak segera teratasi, maka siklus apatisme politik akan terus berlanjut dan memperlemah demokrasi, terutama di tingkat daerah.
"Rendahnya partisipasi membuat legitimasi pemimpin dipertanyakan. Ketika praktik politik transaksional dinormalisasi karena alasan biaya politik yang tinggi, hal ini menurunkan kualitas demokrasi kita," ucap Irfa'i.
Sebagai langkah awal, Irfa'i menekankan pentingnya perbaikan demokrasi di internal partai politik. Ia mengatakan, partai politik perlu memprioritaskan kaderisasi kepemimpinan yang demokratis, bukan hanya memilih kandidat yang memiliki modal besar.
Selain itu, lanjut Irfa'i, penting pula memastikan netralitas aparat untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap pemilu. Selain itu, generasi muda, khususnya Gen Z dan milenial, harus kita ajak terlibat aktif dalam isu-isu politik yang berdampak langsung pada kehidupan mereka.
Irfa'i mencatat, fenomena serupa juga terjadi di negara-negara demokrasi maju seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Jerman. Di negara-negara itu, masyarakat yang rasional cenderung tidak memilih jika menilai bahwa voting tidak membawa manfaat. Namun, hal itu tidak berarti mereka tidak peduli terhadap politik.
"Dari pengalaman negara-negara lain, kita perlu meningkatkan kualitas Pemilu. Netralitas aparat, khususnya kepolisian, harus dijaga agar kepercayaan publik tidak runtuh," kata dia.